Dhika Zakaria
........Karena dalam
secangkir kopi susu terdapat filosofi “persatuan dari berbagai perbedaan”
Sebuah kedai sederhana
berada di persimpangan jalan. Bisa diakses dari Jalan Pasifik ataupun Jalan Hindia.
Di sebelahnya terdapat Hotel Asia
yang merupakan gedung yang tinggi dan megah. Lalu di seberangnya terdapat
sebuah toko fashion dengan nama Australian
Style’s Boutique. Mungkin karena itu kedai ini kerap ramai dikunjungi .
Lokasinya yang strategis yang bisa diakses dari dua jalan, selain itu juga
kedai tersebut berdekatan dengan sebuah hotel dan boutique fashion yang cukup
ternama. Bukan hanya masyarakat lokal, tetapi orang-orang dari luar daerah
bahkan orang asing banyak yang melabuhkan kendaraan mereka di kedai tersebut
dengan tujuan untuk benar-benar menikmati kopi susunya yang enak ataupun hanya
sekadar beristirahat minum kopi setelah perjalanan yang jauh.
Adalah
Ujang, Noni, Supeno, Tigor dan Gusti. Kelima mahasiswa ini berencana untuk
berkumpul kembali setelah tiga bulan mereka melakukan KKN di sebuah daerah
cukup terpencil yang jauh dari kota tempat mereka berkuliah. Dan Kedai Kopi
Nasionalis adalah tempat yang mereka jatuhi pilihan.
Pelayan : Silahkan Mbak, Mas. Selamat datang di kedai kami.
Silahkan dipilih menunya. Ada kopi susu, cofe latte, capuccino, espresso, russian
coffee, irish coffee, macchiato, kopi tubruk hitam juga ada Mbak, Mas. Boleh
saya tulis pesanannya?
Noni, orang betawi
yang merupakan satu-satunya gadis dalam kelompok ini memulai memesan.
Noni : Emmm,
saya kopi susu aja deh Mbak. Sssst kalian mau apa? (berbicara kepada empat
temannya)
Supeno : Walah, iki semua nama-nama
kopi toh. Keren-keren ya namanya hehehe (semuanya tertawa geli termasuk si Mbak
pelayan) Saya ikut Noni saja kalo begitu. Kopi susu ya Mbak!
Ujang : haha Peno
Peno.. Ada ada aja kamu teh. Saya juga samain aja Mbak, kopi susu kayaknya enak
euy hehe.
Tigor :
Ya sudahlah kalo begitu samakan saja. Aku juga mau kopi susu satu ya Mbak!
Noni : Gus, kopi
susu juga deh yah, biar samaan semuanya, jadi si Mbaknya ga ribet hehe
Gusti : Iya boleh.
Asalkan saja Noni yang membayar
semuanya. Yang pertama memilih yang menanggung biaya.
Noni :
Enak aja lo! (Semuanya tertawa)
Pelayan : Terimakasih, silahkan ditunggu
yah (Pelayan pun pergi setelah mencatat pesanan mereka)
Supeno : Wah uenak di sini yah. Tapi
agak pusing juga, banyak warnanya hehehe. Semua warna meja di kedai ini ko
beda-beda semua yo? Kursi kita juga ndak ada yang sama.
Tigor :
Ya itu sih supaya kedainya tambah menarik saja barangkali No.
Noni : Hmmm. Ga
tau bener atau ngga, tapi bokap pernah cerita. Kedai ini kan udah lama ada.
Katanya, warna-warna ini sengaja dibikin kaya gini. Kaya simbol.
Gusti :
Simbol apa Non?
Noni :
Pancasila.
Ujang :
Pancasila bagaimana?
Noni : Iya, jadi
warna-warna d meja ini sengaja diambil dari warna-warna yang melambangkan
kelima sila pada Pancasila. Liat deh, semuanya ada lima meja. Ada warna kuning
keemasan, Merah, Item, Hijau, sama Putih kan? Nah, kuning keemasan itu
melambangkan sila pertama, yaitu bintang. Terus merah, menunjukkan lambang
kepala banteng. Warna Hijau, menunjukkan sila ketiga yang lambangnya pohon
beringin. Lalu yang item menunjukkan lambang rantai. Yang terahir putih,
menunjukkan lambang padi dan kapas. Menurut aku sih itu keren banget, makanya
aku ajak kalian ke sini hehehe.
Tigor :
Kursinya juga sama ya Non?
Noni : Iya! Di
setiap meja ada lima kursi yang beda-beda warnanya menurut pada pola lambang
Pancasila. Ada juga yang bilang kalo kelima meja di sini, menunjukkan lima
pulau besar di Indonesia. Yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Jadi, Kelima meja yang dikelilingi lima bangku berbeda-beda warna menurut
lambang Pancasila ini maknanya adalah lima pulau terbesar di Indonesia yang
semuanya dinaungi oleh Pancasila.
Supeno : Wah, keren keren. Kita kaya ada
di tempat bersejarah yah. Mengingatkan kita tentang Nasionalisme.
Tak lama kopi pesanan
mereka pun datang.
Pelayan : Silahkan dinikmati.
Terimakasih (jawab
mereka hampir bersamaan)
Supeno : (Menyeruput kopi susunya)
ahhh.. nikmat tenaaaaan.
Ujang : Ahhh.. alhamdulillah, raos
pisan hehe.
Tigor : Mantaplaaaah ini haha
Gusti : Enak sekali. Eh Non,
emmmmm tema dan suasana kedainya sudah sesuai. Yaitu tentang persatuan dan
Nasionalisme bangsa Indonesia, tapi ko menunya kopi semua?
Supeno : Wah iya bener juga Non. Kenapa
tuh Non?
Noni : Emmm itu juga salah satu
kenapa aku ngajak kalian ke sini.
Ujang : Jadi maksudnya?
Noni : Jadi di sini. Kopi ini
punya makna juga abang-abang sekalian. Filosofinya adalah “persatuan dari
berbagai perbedaan”
(keempat
temannya semakin antusias mendengarkan)
Gini, kopi kan
dibuat dari beberapa bahan. Contohnya kopi susu yang kita minum ini. Terbuat
dari gula yang manis, susu yang gurih dan kopi yang pahit juga asam.
Bahan-bahan itu dipadukan sehingga menjadi kopi susu yang enak dan harum,
padahal masing-masing bahannya memiliki sifat dan rasa yang sama sekali berbeda
kan?
Supeno : Wo iyo Non, bener bener.
Gusti : Terus apa hubungannya
sama Indonesia Non?
Noni : Nah, itu dia. Pas banget
sama kita. Jadi kalo dianalogikan, misalnya kita yang jadi bahan-bahannya. Gue
orang betawi. Lu Gus, orang Bali. Peno orang Jawa. Ujang Sunda. Terus Tigor
orang Batak. Nah, kita kan punya sifat dari suku yang beda-beda nih. Kalo
disatuin, jadilah bangsa Indonesia. Jadi kalo meja dan kursi kan melambangkan
teritorialnya. Nah, kopinya melambangkan bangsa Indonesia itu sendiri. Seperti
yang kita ketahui bahwa bangsa itu berbeda-beda suku dan agamanya, tapi dalam
satu wilayah sama yang dinaungi oleh Pancasila, kita semua termasuk kedalam
bangsa Indonesia.
Ujang : Bhineka Tunggal Eka.
Noni : Yupp.. Tepat banget Jang
hehe.
Supeno : Wah hebat.. Gak heran deh kalo
kedai ini dinamain Kedai Kopi Nasionalis.
Noni : Iya bener No, benar-benar
menunjukkan rasa Nasionalisme!
Ujang, Supeno, Gusti, Tigor
: Setuju !
0 Response to "Kedai Kopi Nasionalis"
Post a Comment